Pengelolaan Limbah Tinja dan Cair Serta Dampaknya

Pengelolaan Limbah Tinja dan Cair Serta Dampaknya

Pengelolaan limbah tinja saat ini mendapat perhatian besar. Beberapa daerah memiiki instalasi pengolahan limbah tinja, atau yang anda kenal dengan IPLT.

Kota Bandarlampung menjadi salah satu contoh daerah yang memiliki IPLT pada Tempat Pengolahan Akhir atau TPA Bakung. Hanya saja, lokasi TPA tersebut sudah bata.

IPLT berdiri dengan kemampuan menampung sekitar 15 meter kubik setiap harinya. Sedangkan, setiap lumpur tinja masuk mencapai hingga 70 meter kubik setiap harinya.

Padahal, pembuangan tinja adalah salah satu usaha pemerintah dalam menjaga kesehatan lingkungan. Selain itu, setiap hunian rumah tangga juga harus memenuhi standar sanitasi yang baik. Pembuangan kotoran yang tepat adalah dengan membuang pada penampungan kotoran.

Sementara itu, bangunan untuk membuang kotoran dapat berlokasi pada satu titik tertentu. Sehingga, tidak ada sarang penyakit.

Penyakit Akibat Limbah Tinja

Ada banyak penyakit yang muncul karena pencemaran lingkungan akibat limbah tinja, sebagaimana berikut:

  • Penyakit enteric – Muncul karena adanya masalah dalam saluran pencernaan serta kontaminasi zat beracun
  • Penyakit infeksi – Virus hepatitis infektiosa
  • Infeksi cacing – Beberapa cacing yang menginfeksi adalah ascariasis, schitosomiasis, serta ankilostosomiasis.

Dampak pembuangan atau pengelolaan tinja dengan tepat tentu sangat mempengaruhi status kesehatan penduduk. Entah itu secara langsung dan tidak langsung.

Pertama, efek yang terjadi adalah mengurangi incidence penyakit karena adanya kontaminasi. Beberapa masalah yang terjadi karena kontaminasi limbah tinja adalah kolera, thypus, dan disentri.

2. Dampak Pembuangan Tinja Pada Lingkungan

Apa jadinya jika pembuangan tinja tidak mendapatkan penanganan yang tepat? Selain masalah kesehatan, manusia juga akan mengalami kerugian, terutama dalam hal lingkungan. Dampak pengelolaan limbah tinja sangat mempengaruhi berbagai vektor kehidupan.

Ketika ada pihak yang membuang air limbah tersebut ke lingkungan seperti ke badan air atau ke tanah, maka muncul masalah vektor.

Contohnya, selokan yang ada pada dekat rumah. Selokan merupakan sarang kuman. Juga, menjadi tempat lalat atau tikus tinggal. Air limbah tersebut menggenangi parit atau badan air, maka juga menjadi sarang nyamuk. Water-related vector adalah istilah ketika air limbah berkaitan dengan kehidupan vektor.

Masalah kedua adalah dampak limbah terhadap kehidupan tumbuhan dan biota. Zat pencemar yang ada dalam limbah tinja tentu akan mengurangi kadar oksigen yang ada dalam air. Maka, dapat menyebabkan kebutuhan oksigen biota dalam air akan terganggu. Perkembangan biota atau tanaman tersebut jadi terhambat.

Ketiga, tinja juga mengandung zat beracun yang dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan air serta tanaman. Bakteri juga dapat mati karena limbah tersebut.

Sehingga, proses penjernihan air secara natural pada air limbah jadi terhambat

Keempat, menurut berbagai penelitian, dampak tinja untuk kehidupan manusia sangat mengancam kesehatan. Individu normal dapat menghasilkan tinja hingga 970 gram setiap harinya, sama seperti air seni.

Jika ada 200 juta penduduk Indonesia, maka ada 194 ribu ton tinja yang ada. Pengelolaan limbah yang kurang baik akan memudahkan penyebaran penyakit.

Proses Pengelolaan

Untuk pengelolaan dan pengolahan limbah tersebut, instalasi yang mengolah lumpur tersebut menyediakan beberapa unit dengan proses berikut:

1. Bak Penerima Lumpur

Bak berfungsi untuk menerima lumpur tinja secara langsung. Seluruh truk sedot WC akan membuang limbah pada bak tersebut. Jadi, setelah anda melakukan sedot WC dengan memangil jasa sedot WC dari rumah anda, misalnya, maka truk tersebut akan menuju ke lokasi ini.

Dalam bak tersebut, proses pemerataan lumpur bermula dan kemudian petugas akan mengalirkna ke imhoff tank.

2. Imhoff Tank dan Kolam An-Aerobik

Tangki adalah bak untuk memisahkan lumpur tinja serta limbah tinja. Lumpur tinja akan masuk pada bak pengering lumpur. Kemudian, limbah akan bergerak menuju kolam an-aerobik.

Apa fungsi kolam tersebut? Fungsinya untukk mengolah limbah guna menghilangkan kadar oksigen. Sehingga, muncullah lapisan kerak buih pada permukaan. Kerak putih inilah yang akan menahan panas dalam kolam. Sehingga, tidak ada penguapan dan sinar matahari pun tidak akan dapat masuk dalam kolam.

3. Kolam Fakultatif dan Kolam Maturasi

Proses an-aerob serta aerob dapat terjadi dalam kolam fakultatif. Pada bagian permukaan kolam, ada proses aerob atau proses fotosintesis. Sedangkan pada bagian dasar kolam, proses yang terjadi adalah an-aerob.

Setelah itu, masuk ke kolam maturasi. Kolam ini tempat terjadinya proses aerob untuk mendukung proses fotosintesis. Serta, menurunkan jumlah bakteri patogen.

4. Pengelolaan Limbah pada Bak Pengering Lumpur

Sebagai unit pengolahan paling akhir, bak pengering lumpur merupakan unit untuk mendukung pengeringan lumpur. Biasanya, petugas menggunakan beberapa media seperti ijuk, koral, pasir, dan kerikil.

Secara bertahap, lumpur akan keluar dan petugas akan mengeringkan limbah ini. Itulah mengapa anda dapat memanfaatkan limbah tinja untuk pupuk tanam.

Tinja adalah zat atau benda yang sudah tidak berguna dan tubuh membuangnya. Tinja adalah sumber penyakit dan sangat multikompleks. Seseorang yang sering mengalami kolera, diare, atau infeksi cacing, kemungkinan terkena infeks karena limbah tinja.

Sedangkan limbah cair adalah sisa dari hasil kegiatan dengan wujud cair. Kemudian, karena pembuangan mencemari lingkungan sehingga kualitas lingkungan pun menurun.

Saat mengelola limbah cair sesudah proses produksi, maka dapat berguna untuk menurunkan atau menghilangkan zat pencemar. Sehingga, sudah sesuai persyaratan untuk pembuangan.

Kesimpulan

Sekarang, anda sudah tahu seperti apa pengolahan limbah cair guna mendapatkn hasil efektif serta efisien. Tentu membutuhkan berbagai langkah pengelolaan limbah tinja yang terpadu dengan usaha mengurangi limbah, mengolah limbah, sampai membuang limbah produksi.

Limbah memiliki dampak pada kesehatan lingkungan serta manusia. Contohnya adalah menularkan beberapa penyakit dengan melalui rantai makanan.

Seperti sakit tifus, kolera, serta diare dengan sebaran virus dari sampah atau pengelolaan limbah yang kurang tepat. Sehingga, bercampur dengan air minum.

Mengelola air tinja atau air limbah dapat berjalan secara maksimal dengan bantuan atau dukungan infrakstur pengelolaan limbah. Apalagi, dalam suatu wilayah, jumlah penduduk akan terus bertambah.

Sehingga, potensi pencemaran lingkungan akan terus meningkat. Dengan bantuan infrastruktur maka dapat mencegah lingkungan.

Sebagai contoh, Kota Bandar Lampung memiliki hingga lebih dari 1 juta jiwa. Dalam sebuah daerah dengan jumlah penduduk padat, maka pelayanan kesehatan secara utuh serta terpadu tentu sangat penting. Apalagi, untuk mengelola kesehatan seluruh masyarakat.

Tentunya, harus ada perhatian yang serius dari pihak pemerintah dan masyarakat tentang kesadaran untuk mengelola limbah padat serta limbah cair.

Dengan lingkungan padat penduduk, maka menghindari masalah kelebihan kapasitas pada tempat pembuangan harus segera mendapatkan perhatian dan tindakan cepat.

Apalagi, potensi pengelolaan limbah tinja sangat bermanfaat. Hal ini karena limbah tinja dapat menjadi pupuk untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Jika pupuk tersebut kemudian dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat pada sekitar wilayah tersebut, tentu akan mendukung berbagai kegiatan. Seperti misalnya penghijauan dan memangkas biaya pupuk sesuai kebutuhan.

Ratting post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *